A TO Z MACRO PHOTOGRAPY
PENGANTAR
Sebagai response terhadap saran beberapa teman agar disediakan wadah untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dalam memotret makro, maka saya dengan senang hari menyediakan ruang untuk keperluan tersebut disini.
Silahkan untuk mengungkapkan pengalamannya, baik berbagai kendala yang dialami dalam memotret makro, kendala teknis, keterbatasan pemahaman tentang berbagai peralatan untuk motret makro, tip & trick untuk motret objek tertentu, atau dapat pula berbagi tentang keberhasilan dalam mengeksekusi pemotretan objek yang sulit.
Intinya, disini kita bisa bicara bebas dari A sampai Z tentang fotografi makro ...
Kalau ada yang tanya, sedapatnya akan saya jawab ...
Kalau ada yang mau berbagi pengalaman atau informasi, maka saya akan sangat berterima kasih.
Sangat banyak aspek terkait fotografi makro yang sering ditanyakan, mulai dari pertanyaan yang paling mendasar, yakni apa sih yang dimaksud dengan makro fotografi? Secara teknis fotografis apa sih batasannya? atau ada definisi yang lain yang lebih mudah dipahami oleh awam yang kurang akrab dengan terminologi teknis?
Lalu pertanyaan sekitar peralatan (gear) yang dibutuhkan. Apakah mesti pake kamera canggih? Kalo kamera pocket bisa nggak? Lensanya apakah mesti lensa makro? Kalo gak punya lensa makro tapi pengen motret makro gimana?
Kemudian pertanyaan teknis: kok sulit banget dapet foto makro yang tajem? kok pada kabur mulu foto saya? Lha, kalo kabur itu apa penyebabnya? Kamera yang saya pake udah canggih tapi hasilnya tetep gak sebagus foto makro yang dipajang di situs-situs fotografi?
Lalu lanjut ke pertanyaan yang lebih teknis, misalnya: supaya latar belakangnya kabur (blur) tapi obyek utamanya tajem banget itu gimana caranya? Supaya dapet detilnya mata lalat dan capung itu gimana ya? Nah, kalo motret serangga yang lagi terbang itu gimana tekniknya ya?
Lalu mulai pake bahasa teknis: kalo ngatur Depth of Field (DoF) yang pas gimana ya mas? Supaya bisa 'freezing' serangga yang lagi terbang, minimal Shutter Speed (SS) nya berapa ya? Foto saya itu cukup tajem tapi 'noise'-nya itu terasa mengganggu banget, kenapa bisa begitu ya? Pembesara 1:1 itu maksudnya apa ya? Trus, kalo mau dapet detil mata facet capung berapa pembesarannya? Pilihan 'angle' yang pas ternyata penting ya? Bagusan pake 'flash' atau ngandalin 'ambient light' aja ya? Kok saya background (BG)nya suka jadi gelap gitu? Maunya saya yang kinclong gitu ...
Kemudian dapat muncul juga pertanyaan yang lebih maju (maksudnya ribet) ....
Mari mulai dari peralatan yang digunakan untuk motret makro ...
I. PERALATAN MOTRET
Motret makro selain dengan menggunakan lensa makro yang memang dirancang untuk ini, juga dapat dengan menggunakan lensa 'biasa' dengan penambahan/penggabungan dengan peralatan tertentu.
Peralatan tambahan yang umum digunakan adalah extension tube, reversed lens, dan magnifying filter.
Prinsip dasarnya adalah:
[1] Penggunaan extention tube akan 'menjauhkan' lensa dari sensor kamera, maka 'image' yang terekam pada sensor mengalami pembesaran (enlargement). Walaupun image yang terekam pada sensor tersebut tidak mencakup seluruh bagian dari image yang dikirim melalui lensa. Supaya gampang membayangkannya, analogikan dengan jarak antara proyektor dengan layar, jika proyektor dijauhkan dari layar, maka gambar pada layar menjadi lebih besar kan?, tetapi ada bagian yang keluar dari layar. Keunggulan utamanya (selain pembesaran tsCool, extension tube tidak menambah jumlah keping lensa, sehingga tidak menambah kemungkinan pengurangan kualitas image yang dapat diakibatkan oleh tambahan keping lensa sebagaimana pada lens converter. Kelemahan utamanya, penggunaan extension tube akan mengurangi intensitas cahaya yang sampai ke sensor, sehingga harus dikompensasi dengan Shutter Speed yang lebih lamban, yang mungkin kurang menguntungkan jika objek yang dibidik aktif bergerak.
[2] Reverse lens juga punya efek yang sama: memperbesar tapi DoF makin tipis dan MFD (minimal focusing distance) makin kecil/dekat. Teknik aplikasi reverse lens ada 2: direct (lensa dibalik dan langsung ditempelkan ke body kamera) atau disambung pada lensa lain yang melekat pada body dalam posisi normal.
[3] Penggunaan magnifying filter (umum dikenal sebagai filter close-up) mungkin yang paling simpel, karena digunakan sama seperti filter yang lain (dan saya yakin juga merupakan alternatif yang paling murah), tetapi persoalan DoF tipis dan MFD yang sangat dekat tetaplah menjadi isu kendala teknis sebagaimana alternatif yang lain.
Beberapa keuntungan menggunakan extension tube adalah:
[1] Memperpendek minimum focusing distance, maknanya bisa motret objek dari jarak yang lebih dekat sehingga meningkatkan kemampuan pembesaran (magnification);
[2] Karena extension tube hanya merupakan tabung bolong (tanpa keping lensa di dalamnya), maka kualitas image tidak akan berkurang, dibandingkan jika ada penambahan keping lensa sebagaimana pada lens converter;
[3] Merupakan pilihan yang murah untuk motret makro, karena bisa menggunakan lensa kit.
Cara pemasangan reversed lens:
Lensa kit (atau lensa lainnya) dipasang normal pada body, lalu disambung dengan lensa bukaan lebar, misalnya 50mm F/1.8 dipasang terbalik (reversed) merupakan salah satu alternatif yang sering digunakan dalam motret makro. Jika lensa kit diset pada 50mm disambung dengan lensa terbalik 50mm, maka akan mampu menghasilkan pembesaran 1:1 seperti halnya lensa makro.
Untuk focusing secara manual, tentu adalah lensa kit-nya yang diputar karena lensa terbaliknya disambung 'mati' pada lensa kitnya.
Jarak terdekat objek (atau minimal focusing distance) akan sangat dekat (hampir mepet ke ujung lensa sambungan tersebut). Oleh sebab itu, akan sangat sulit untuk motret serangga yang sedang aktif bergerak.
Cara nyambung kedua lensa? Bisa menggunakan male-to-male ring dengan diamater yang pas untuk kedua lensa yang digunakan. [Beberapa teman makromania punya cara kreatif sendiri untuk menyambung kedua lensa tersebut]
II. TEKNIK MOTRET
II.1. Pemilihan Sudut Bidik
Pemilihan sudut bidik (angle) dalam motret makro sangat penting dalam menyiasati DoF yang ekstra tipis.
Sebagai contoh, untuk kupu-kupu yang sedang menutup rapat sayapnya, maka sudut terbaik adalah dari arah tegak lurus terhadap permukaan bawah sayap yang sedang tertutup tersebut (berarti dari arah samping), sehingga seluruh permukaan bawah sayap tersebut dapat tervisualisasi detilnya ...
... Atau jika posisi sayap kupu-kupunya sedang terbuka lebar, maka sudut terbaik adalah dari arah tegak lurus terhadap permukaan atas sayap (berarti dari arah belakang). Permukaan atas sayap merupakan bagian yang terindah dari kupu-kupu ...
... Namun demikian, kadang kupu-kupu membentang sayapnya hanya separoh. Atau kita sulit dapat posisi angle yang sesuai harapan. Untuk kondisi ini, perlu memaksimalkan ketebalan DoF agar semaksimal mungkin badan dan sayap kupu-kupu tersebut masuk wilayah tajam ...
II.2. Bukaan Diafragma
Memang pilihan diameter bukaan (F-number) akan berbanding terbalik dengan ketebalan wilayah tajam (Depth of Field, umumnya disingkat DoF). Makin besar bukaannya (misalnya pada f/2.8) maka DoF akan makin tipis. Secara teknis, tentu ini akan lebih susah untuk mengatur focusing-nya (yakni memilih bagian mana dari objek yang mau ditajamkan).
Ada satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian, selain lebar bukaan rana, DoF juga dipengaruhi oleh jarak antara sensor kamera dengan objek. Pada bukaan yang sama, DoF akan semakin tebal jika jarak tersebut lebih jauh. Sebaliknya makin dekat objeknya, pada bukaan yang sama, DoF akan makin tipis. Pada kondisi ini, focusing menjadi luar biasa sulit.
Jika menggunakan bukaan sempit, maka akan butuh exposure lebih lama. Untuk menyiasati ini perlu negosiasi antara pilihan:
[1] ISO (setinggi mungkin tapi tidak terlalu noisy, untuk alpha700, ISO 800 masih aman, kadang saya pake sampe 1600 kalo kepepet);
[2] SS paling lambat yang masih gak goyang (saya umumnya sampe 1/40sec, kalo kepepet sampe 1/20sec)
[3] Pilihan sudut bidik yang pas untuk memaksimalkan pencahayaan;
III. PILIHAN
III.1. Motret pake flash atau memanfaatkan cahaya alami
Walaupun banyak rekan-rekan yang menggunakan flash (mulai dari twin macro flash yang canggih atau homemade flash) atau menggunakan continuous ring light yang memang dirancang untuk motret makro, plus berbagai ragam difuser, tetapi saya secara pribadi masih lebih suka motret makro dengan cahaya alami.
Alasan yang paling utama dari para fotografer yang cenderung menggunakan flash adalah untuk mendapatkan SS yang aman agar resiko goyang menjadi minimal, karena misalnya motret serangga umumnya dilakukan secara handheld (tanpa tripod atau monopod). Alasan ini secara umum dapat diterima.
Tetapi perlu diingat bahwa:
[1] Spektrum cahaya yang bersumber dari flash tidak sama dengan spektrum cahaya matahari, sehingga akan mempengaruhi warna objek yang diterpa cahaya tersebut. Oleh sebab itu, warna foto yang pencahayaannya berasal dari flash tidak akan persis sama dengan warna foto yang pencahayaannya bersumber dari cahaya alami;
[2] Intensitas cahaya yang berasal dari flash akan secara gradual berkurang dengan bertambahnya jarak, semakin jauh dari posisi flashnya maka intensitasnya akan semakin turun. Oleh sebab itu, keluhan utama penggunaan flash biasanya BG menjadi terkesan gelap. Sebaliknya, hal ini tidak terjadi pada pencahayaan alami karena intensitasnya relatif lebih merata, kecuali memang pada posisi BG-nya ternaungi;
Berdasarkan 2 pertimbangan di atas, maka saya lebih cenderung milih motret makro tanpa flash, agar warnanya lebih alami (gak perlu banyak adjustment lagi) dan BG-nya lebih 'kinclong'. Banyak cara untuk mengatasi SS yang lambat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
III.2. Motret serangga pada pagi atau siang hari
[akan ditambahkan]
IV. KIAT/SIASAT
IV.1. Motret Serangga Tersembunyi Dalam Semak/Rerumputan
Paling asyik memang motret serangga yang sedang hinggap di tempat yang relatif terbuka, tetapi serangga tidak selalu dengan sukarela dan sukacita untuk dijadikan 'model'. Sering juga serangganya bersembunyi di antara rerumputan ...
Tantangan dalam motret serangga pada posisi tersembunyi antara lain adalah: [a] sulit mendapatkan sudut bidik yang pas agar serangganya (sebagai PoI) dapat ditampilkan dengan utuh; [b] BG (dan FG) cenderung 'rame' sehingga PoI-nya tidak menonjol, apalagi kalo warna PoI-nya sama dengan warna objek di sekitarnya; [c] intensitas cahaya cenderung rendah, karena efek naungan berbagai benda atau tetumbuhan di sekitarnya; dan [d] pada saat mendekati PoI juga beresiko 'mengoyang' rerumputan/semak di sekitar PoI sehingga berpotensi menyebabkan PoI-nya terusik dan kabur ....
Tingkat kesulitan ini bukan berarti mustahil untuk mendapatkan hasil jepretan yang bagus. Hanya saja berbagai tantangan tersebut tentu perlu disiasati. Makromania sejati tak akan menyerah kan?
Contoh hasil motret dalam kondisi ini:
Belalang yang baru ganti kulit, tersembunyi di balik rerumputan. Warnanya hijau, sangat mirip dengan warna daun rerumputan disekitarnya. Posisi hanya sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Siasat yang saya lakukan:
[1] Posisi PoI yang rendah menyebabkan saya motretnya dalam posisi tiarap;
[2] Mendekat ke PoI sampai sedekat mungkin, (tentu dilakukan secara bertahap, yakni mendekat kemudian jepret, mendekat lagi lalu jepret lagi, sampai jarak terdekat). Upaya ini adalah untuk menghindari dedaunan di posisi FG masuk dalam bingkai (frame). Hood lensa dimanfaatkan untuk menyibak dan menyangga daun rerumputan. Belalang pada foto di atas dijepret pada jarak dari ujung hood lensa hanya sekitar 20 cm;
[3] Pada jarak yang sangat dekat ini, tentu DoF menjadi persoalan dalam memposisikan seluruh tubuh belalang dalam wilayah tajam. Oleh sebab itu, bukaan diperkecil. Gambar belalang di atas dijepret pada f/18.0;
[4] Naungan plus bukaan kecil menyebabkan intensitas cahaya tersedia menjadi rendah. Untuk mengatasi ini saya naikkan ISO sampai saya dapat SS yang membuat saya nyaman dan yakin bahwa hasil jepretan tidak goyang (Catatan: bukaan sudah saya set terlebih dahulu pada f/18.0, kamera diset pada Aperture Priority). Beruntung bahwa kondisi pencahayaannya tidak terlalu buruk (ini pada kondisi pagi yang cerah), sehingga untuk foto di atas saya hanya menggunakan ISO 400 dan SS 1/50sec. Karena motretnya sambil tiarap, maka kedua siku dimanfaatkan untuk menyangga kamera ...
Sebagai response terhadap saran beberapa teman agar disediakan wadah untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dalam memotret makro, maka saya dengan senang hari menyediakan ruang untuk keperluan tersebut disini.
Silahkan untuk mengungkapkan pengalamannya, baik berbagai kendala yang dialami dalam memotret makro, kendala teknis, keterbatasan pemahaman tentang berbagai peralatan untuk motret makro, tip & trick untuk motret objek tertentu, atau dapat pula berbagi tentang keberhasilan dalam mengeksekusi pemotretan objek yang sulit.
Intinya, disini kita bisa bicara bebas dari A sampai Z tentang fotografi makro ...
Kalau ada yang tanya, sedapatnya akan saya jawab ...
Kalau ada yang mau berbagi pengalaman atau informasi, maka saya akan sangat berterima kasih.
Sangat banyak aspek terkait fotografi makro yang sering ditanyakan, mulai dari pertanyaan yang paling mendasar, yakni apa sih yang dimaksud dengan makro fotografi? Secara teknis fotografis apa sih batasannya? atau ada definisi yang lain yang lebih mudah dipahami oleh awam yang kurang akrab dengan terminologi teknis?
Lalu pertanyaan sekitar peralatan (gear) yang dibutuhkan. Apakah mesti pake kamera canggih? Kalo kamera pocket bisa nggak? Lensanya apakah mesti lensa makro? Kalo gak punya lensa makro tapi pengen motret makro gimana?
Kemudian pertanyaan teknis: kok sulit banget dapet foto makro yang tajem? kok pada kabur mulu foto saya? Lha, kalo kabur itu apa penyebabnya? Kamera yang saya pake udah canggih tapi hasilnya tetep gak sebagus foto makro yang dipajang di situs-situs fotografi?
Lalu lanjut ke pertanyaan yang lebih teknis, misalnya: supaya latar belakangnya kabur (blur) tapi obyek utamanya tajem banget itu gimana caranya? Supaya dapet detilnya mata lalat dan capung itu gimana ya? Nah, kalo motret serangga yang lagi terbang itu gimana tekniknya ya?
Lalu mulai pake bahasa teknis: kalo ngatur Depth of Field (DoF) yang pas gimana ya mas? Supaya bisa 'freezing' serangga yang lagi terbang, minimal Shutter Speed (SS) nya berapa ya? Foto saya itu cukup tajem tapi 'noise'-nya itu terasa mengganggu banget, kenapa bisa begitu ya? Pembesara 1:1 itu maksudnya apa ya? Trus, kalo mau dapet detil mata facet capung berapa pembesarannya? Pilihan 'angle' yang pas ternyata penting ya? Bagusan pake 'flash' atau ngandalin 'ambient light' aja ya? Kok saya background (BG)nya suka jadi gelap gitu? Maunya saya yang kinclong gitu ...
Kemudian dapat muncul juga pertanyaan yang lebih maju (maksudnya ribet) ....
Mari mulai dari peralatan yang digunakan untuk motret makro ...
I. PERALATAN MOTRET
Motret makro selain dengan menggunakan lensa makro yang memang dirancang untuk ini, juga dapat dengan menggunakan lensa 'biasa' dengan penambahan/penggabungan dengan peralatan tertentu.
Peralatan tambahan yang umum digunakan adalah extension tube, reversed lens, dan magnifying filter.
Prinsip dasarnya adalah:
[1] Penggunaan extention tube akan 'menjauhkan' lensa dari sensor kamera, maka 'image' yang terekam pada sensor mengalami pembesaran (enlargement). Walaupun image yang terekam pada sensor tersebut tidak mencakup seluruh bagian dari image yang dikirim melalui lensa. Supaya gampang membayangkannya, analogikan dengan jarak antara proyektor dengan layar, jika proyektor dijauhkan dari layar, maka gambar pada layar menjadi lebih besar kan?, tetapi ada bagian yang keluar dari layar. Keunggulan utamanya (selain pembesaran tsCool, extension tube tidak menambah jumlah keping lensa, sehingga tidak menambah kemungkinan pengurangan kualitas image yang dapat diakibatkan oleh tambahan keping lensa sebagaimana pada lens converter. Kelemahan utamanya, penggunaan extension tube akan mengurangi intensitas cahaya yang sampai ke sensor, sehingga harus dikompensasi dengan Shutter Speed yang lebih lamban, yang mungkin kurang menguntungkan jika objek yang dibidik aktif bergerak.
[2] Reverse lens juga punya efek yang sama: memperbesar tapi DoF makin tipis dan MFD (minimal focusing distance) makin kecil/dekat. Teknik aplikasi reverse lens ada 2: direct (lensa dibalik dan langsung ditempelkan ke body kamera) atau disambung pada lensa lain yang melekat pada body dalam posisi normal.
[3] Penggunaan magnifying filter (umum dikenal sebagai filter close-up) mungkin yang paling simpel, karena digunakan sama seperti filter yang lain (dan saya yakin juga merupakan alternatif yang paling murah), tetapi persoalan DoF tipis dan MFD yang sangat dekat tetaplah menjadi isu kendala teknis sebagaimana alternatif yang lain.
Beberapa keuntungan menggunakan extension tube adalah:
[1] Memperpendek minimum focusing distance, maknanya bisa motret objek dari jarak yang lebih dekat sehingga meningkatkan kemampuan pembesaran (magnification);
[2] Karena extension tube hanya merupakan tabung bolong (tanpa keping lensa di dalamnya), maka kualitas image tidak akan berkurang, dibandingkan jika ada penambahan keping lensa sebagaimana pada lens converter;
[3] Merupakan pilihan yang murah untuk motret makro, karena bisa menggunakan lensa kit.
Cara pemasangan reversed lens:
Lensa kit (atau lensa lainnya) dipasang normal pada body, lalu disambung dengan lensa bukaan lebar, misalnya 50mm F/1.8 dipasang terbalik (reversed) merupakan salah satu alternatif yang sering digunakan dalam motret makro. Jika lensa kit diset pada 50mm disambung dengan lensa terbalik 50mm, maka akan mampu menghasilkan pembesaran 1:1 seperti halnya lensa makro.
Untuk focusing secara manual, tentu adalah lensa kit-nya yang diputar karena lensa terbaliknya disambung 'mati' pada lensa kitnya.
Jarak terdekat objek (atau minimal focusing distance) akan sangat dekat (hampir mepet ke ujung lensa sambungan tersebut). Oleh sebab itu, akan sangat sulit untuk motret serangga yang sedang aktif bergerak.
Cara nyambung kedua lensa? Bisa menggunakan male-to-male ring dengan diamater yang pas untuk kedua lensa yang digunakan. [Beberapa teman makromania punya cara kreatif sendiri untuk menyambung kedua lensa tersebut]
II. TEKNIK MOTRET
II.1. Pemilihan Sudut Bidik
Pemilihan sudut bidik (angle) dalam motret makro sangat penting dalam menyiasati DoF yang ekstra tipis.
Sebagai contoh, untuk kupu-kupu yang sedang menutup rapat sayapnya, maka sudut terbaik adalah dari arah tegak lurus terhadap permukaan bawah sayap yang sedang tertutup tersebut (berarti dari arah samping), sehingga seluruh permukaan bawah sayap tersebut dapat tervisualisasi detilnya ...
... Atau jika posisi sayap kupu-kupunya sedang terbuka lebar, maka sudut terbaik adalah dari arah tegak lurus terhadap permukaan atas sayap (berarti dari arah belakang). Permukaan atas sayap merupakan bagian yang terindah dari kupu-kupu ...
... Namun demikian, kadang kupu-kupu membentang sayapnya hanya separoh. Atau kita sulit dapat posisi angle yang sesuai harapan. Untuk kondisi ini, perlu memaksimalkan ketebalan DoF agar semaksimal mungkin badan dan sayap kupu-kupu tersebut masuk wilayah tajam ...
II.2. Bukaan Diafragma
Memang pilihan diameter bukaan (F-number) akan berbanding terbalik dengan ketebalan wilayah tajam (Depth of Field, umumnya disingkat DoF). Makin besar bukaannya (misalnya pada f/2.8) maka DoF akan makin tipis. Secara teknis, tentu ini akan lebih susah untuk mengatur focusing-nya (yakni memilih bagian mana dari objek yang mau ditajamkan).
Ada satu hal lagi yang perlu mendapat perhatian, selain lebar bukaan rana, DoF juga dipengaruhi oleh jarak antara sensor kamera dengan objek. Pada bukaan yang sama, DoF akan semakin tebal jika jarak tersebut lebih jauh. Sebaliknya makin dekat objeknya, pada bukaan yang sama, DoF akan makin tipis. Pada kondisi ini, focusing menjadi luar biasa sulit.
Jika menggunakan bukaan sempit, maka akan butuh exposure lebih lama. Untuk menyiasati ini perlu negosiasi antara pilihan:
[1] ISO (setinggi mungkin tapi tidak terlalu noisy, untuk alpha700, ISO 800 masih aman, kadang saya pake sampe 1600 kalo kepepet);
[2] SS paling lambat yang masih gak goyang (saya umumnya sampe 1/40sec, kalo kepepet sampe 1/20sec)
[3] Pilihan sudut bidik yang pas untuk memaksimalkan pencahayaan;
III. PILIHAN
III.1. Motret pake flash atau memanfaatkan cahaya alami
Walaupun banyak rekan-rekan yang menggunakan flash (mulai dari twin macro flash yang canggih atau homemade flash) atau menggunakan continuous ring light yang memang dirancang untuk motret makro, plus berbagai ragam difuser, tetapi saya secara pribadi masih lebih suka motret makro dengan cahaya alami.
Alasan yang paling utama dari para fotografer yang cenderung menggunakan flash adalah untuk mendapatkan SS yang aman agar resiko goyang menjadi minimal, karena misalnya motret serangga umumnya dilakukan secara handheld (tanpa tripod atau monopod). Alasan ini secara umum dapat diterima.
Tetapi perlu diingat bahwa:
[1] Spektrum cahaya yang bersumber dari flash tidak sama dengan spektrum cahaya matahari, sehingga akan mempengaruhi warna objek yang diterpa cahaya tersebut. Oleh sebab itu, warna foto yang pencahayaannya berasal dari flash tidak akan persis sama dengan warna foto yang pencahayaannya bersumber dari cahaya alami;
[2] Intensitas cahaya yang berasal dari flash akan secara gradual berkurang dengan bertambahnya jarak, semakin jauh dari posisi flashnya maka intensitasnya akan semakin turun. Oleh sebab itu, keluhan utama penggunaan flash biasanya BG menjadi terkesan gelap. Sebaliknya, hal ini tidak terjadi pada pencahayaan alami karena intensitasnya relatif lebih merata, kecuali memang pada posisi BG-nya ternaungi;
Berdasarkan 2 pertimbangan di atas, maka saya lebih cenderung milih motret makro tanpa flash, agar warnanya lebih alami (gak perlu banyak adjustment lagi) dan BG-nya lebih 'kinclong'. Banyak cara untuk mengatasi SS yang lambat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
III.2. Motret serangga pada pagi atau siang hari
[akan ditambahkan]
IV. KIAT/SIASAT
IV.1. Motret Serangga Tersembunyi Dalam Semak/Rerumputan
Paling asyik memang motret serangga yang sedang hinggap di tempat yang relatif terbuka, tetapi serangga tidak selalu dengan sukarela dan sukacita untuk dijadikan 'model'. Sering juga serangganya bersembunyi di antara rerumputan ...
Tantangan dalam motret serangga pada posisi tersembunyi antara lain adalah: [a] sulit mendapatkan sudut bidik yang pas agar serangganya (sebagai PoI) dapat ditampilkan dengan utuh; [b] BG (dan FG) cenderung 'rame' sehingga PoI-nya tidak menonjol, apalagi kalo warna PoI-nya sama dengan warna objek di sekitarnya; [c] intensitas cahaya cenderung rendah, karena efek naungan berbagai benda atau tetumbuhan di sekitarnya; dan [d] pada saat mendekati PoI juga beresiko 'mengoyang' rerumputan/semak di sekitar PoI sehingga berpotensi menyebabkan PoI-nya terusik dan kabur ....
Tingkat kesulitan ini bukan berarti mustahil untuk mendapatkan hasil jepretan yang bagus. Hanya saja berbagai tantangan tersebut tentu perlu disiasati. Makromania sejati tak akan menyerah kan?
Contoh hasil motret dalam kondisi ini:
Belalang yang baru ganti kulit, tersembunyi di balik rerumputan. Warnanya hijau, sangat mirip dengan warna daun rerumputan disekitarnya. Posisi hanya sekitar 20 cm dari permukaan tanah. Siasat yang saya lakukan:
[1] Posisi PoI yang rendah menyebabkan saya motretnya dalam posisi tiarap;
[2] Mendekat ke PoI sampai sedekat mungkin, (tentu dilakukan secara bertahap, yakni mendekat kemudian jepret, mendekat lagi lalu jepret lagi, sampai jarak terdekat). Upaya ini adalah untuk menghindari dedaunan di posisi FG masuk dalam bingkai (frame). Hood lensa dimanfaatkan untuk menyibak dan menyangga daun rerumputan. Belalang pada foto di atas dijepret pada jarak dari ujung hood lensa hanya sekitar 20 cm;
[3] Pada jarak yang sangat dekat ini, tentu DoF menjadi persoalan dalam memposisikan seluruh tubuh belalang dalam wilayah tajam. Oleh sebab itu, bukaan diperkecil. Gambar belalang di atas dijepret pada f/18.0;
[4] Naungan plus bukaan kecil menyebabkan intensitas cahaya tersedia menjadi rendah. Untuk mengatasi ini saya naikkan ISO sampai saya dapat SS yang membuat saya nyaman dan yakin bahwa hasil jepretan tidak goyang (Catatan: bukaan sudah saya set terlebih dahulu pada f/18.0, kamera diset pada Aperture Priority). Beruntung bahwa kondisi pencahayaannya tidak terlalu buruk (ini pada kondisi pagi yang cerah), sehingga untuk foto di atas saya hanya menggunakan ISO 400 dan SS 1/50sec. Karena motretnya sambil tiarap, maka kedua siku dimanfaatkan untuk menyangga kamera ...
0 komentar:
Posting Komentar